Tak pernah sempat lelah memasung, sekalipun di tengah sergapan buram.
Setiap kali anak kunci kuputar, aku menjelma hitam yang terdampar.
Hadirku tak mampu menjadi pemantik hangat bagi negeri yang kutinggalkan...
Namun aku mencintai kabut, walau disana bayang-bayang tergenang.
Mengawan bagai harapan, tandus dan gersang. Bukankah aku juga seseorang?
Takkan pernah sedih membangun penjara.
Sangkar bagi inginku.
Takkan patah sayap mencoba, pasrah pada kemahaanMu.
Post a Comment